POTENSI STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI HUTAN GUNUNG
TUMPA, SULAWESI UTARA**
Abanius
Yanengga / 090317012 **)
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia termasuk dalam
hutan hujan tropis yang sebagian besar hutan-hutannya adalah hutan kompleks
yang juga merupakan tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di
dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya; cahaya lebih
sedikit, kelembaban sangat tinggi dan temperatur lebih rendah. Variasi
pertumbuhan terdapat juga dimana pohon yang kecil bernaung di bawah pohon yang
besar. Pohon-pohon di lingkungan hutan berkembang juga tumbuhan yang
lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan pencekik, parasit, dan saprofit
(Irwanto, 2007).
Keberadaan pohon pada ekosistem
hutan akan dapat menyerap unsur hara dan air pada tanah. Daun-daun yang gugur,
ranting, cabang, dan bagian lain yang tersedia menjadi makanan untuk sejumlah
hewan invertebrata, seperti rayap, jamur, dan bakteri. Unsur hara
dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian-bagian pohon yang gugur. Ini
merupakan ciri hutan hujan tropis dalam persediaan unsur hara total sebagian
besar terdapat dalam tumbuhan secara relatif kecil disimpan dalam tanah
(Withmore, 1975).
Menurut Irwanto (2007),
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan
mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun, hutan yang merupakan
sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap
kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi
secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Eksploitasi ini menyebabkan
berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk
dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman,
perindustrian, pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran
hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi telah
merubah struktur hutan sehingga banjir terjadi pada musim penghujan dan
kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi
hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan
berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
Keberadaan hutan
dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa,
dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan
arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi
media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan
faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu
kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Rahmawaty,
2008). Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan
kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan.
Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan
salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan.
|
Analisis vegetasi hutan antara
lain ditunjukan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur suatu hutan
(Mueller- Dombois dan Ellenberg, 1974; Misra, 1980; Kusmana, 1997). Data
tersebut berguna untuk mengetahui kondisi kesimbangan komunitas hutan (Meyer,
1952), menjelaskan interaksi di dalam dan antar spesies (Odum, 1971, Ludwig dan
Reynolds, 1988), dan memprediksi kecenderungan komposisi tegakan dimasa mendatang
(Whittaker, 1974).
Sulawesi Utara dapat
dideskripsikan sebagai hutan tropis hijau (tropical evergreen forest) yang mencakup berbagai tipe vegetasi
seperti hutan rawa dan bakau, hutan pantai, hutan pamah/dataran rendah, hutan
pegunungan bawah, dan hutan gunung. Kawasan Hutan Propinsi Sulawesi Utara yang
ditetapkan berdasarkan SK penunjukan Menteri Kehutanan Nomor 452/Kpts-
II/1999 tanggal 17 Juni 1999 adalah seluas ± 1.615.070 Ha.
Luas kawasan hutan ini mencakup 58,8% dari luas propinsi Sulawesi Utara dengan
curah hujan maksimum 757 mm per tahun dan curah hujan minimum 135 mm per tahun
dengan demikian hutan Sulawesi Utara merupakan salah satu hutan hujan tropis
yang ada di Indonesia (Departemen Kehutanan, 2002).
Hutan Gunung Tumpa adalah salah
satu kawasan hutan lindung di Sulawesi Utara terletak di kabupaten Minahasa
Utara, merupakan habitat dari berbagai satwa (Kauditan, 2009). Terdapat sekitar
40% dari luas hutan telah rusak akibat dari perusakan dengan penebangan liar
oleh manusia (MUC, 2009).
Penebangan liar dan konversi
lahan yang terjadi pada Hutan Lindung Gunung Tumpa akan menyebabkan perubahan struktur dan
komposisi vegetasinya. Hal ini akan menyebabkan terganggunya fungsi ekosistem
hutan tersebut. Bagaimana dampak kerusakan hutan terhadap distribusi pohon di
Hutan Lindung Gunung Tumpa pada saat ini belum banyak dipublikasikan. Padahal
hutan ini sangat penting mengingat kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan
lindung dan juga sebagai sumber PAD bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hal tersebut
di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis vegetasi pohon di
Hutan Lindung Gunung Tumpa Minahasa Utara.
1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengindentifikas
potensi dan struktur hutan
2.
Untuk
mengetahui Komposisi Hutan Lindung
Gunung Tumpa.
1.3.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penyediaan
informasi mengenai struktur dan
komposisi vegetasi hutan di hutan lindung gunung tumpa.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Struktur
dan Komposisi Vegetasi
Struktur suatu vegetasi terdiri dari
individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas
tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh- tumbuhan yang
masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Dombois & Ellenberg, 1974).
Menurut Kershaw (1973) dalam Irwanto
(2006), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1.
Struktur
vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan lapisan tumbuhan bawah,
herba, semak, dan pohon penyusun vegetasi dalam suatu komunitas.
2.
Sebaran
horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu
terhadap individu lain.
3.
Kemelimpahan (abudance) setiap
jenis dalam suatu komunitas.
Ewusie (1992) dalam Mayor
(1997), menyatakan bahwa vegetasi suatu komunitas dapat diukur secara
kualitatif maupun kuantitatif. Ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas
antara lain adalah susunan flora dan fauna serta pelapisan berbagai unsur dalam
komunitas. Ciri kuantitatifnya meliputi beberapa parameter yang dapat diukur
seperti kekerapan (frekuensi), kepadatan dan penutupan.
Menurut Kusmana (1997), parameter
kuantitatif vegetasi dari suatu tipe komunitas tumbuhan adalah:
a)
Kerapatan (density)
Kerapatan adalah jumlah individu
suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha.
Bila ³ 50% dari bagian tumbuhan berada dalam petak contoh, maka dianggap
tumbuhan tersebut berada dalam petak contoh dan harus dihitung pengukuran
kerapatannya.
b) Frekuensi
Frekuensi suatu jenis tumbuhan
adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis tersebut dari sejumlah petak
contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran persen.
c) Penutupan (covering)
Penutupan adalah proporsi
permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Penutupan selalu
dinyatakan dalam persen karena proyeksi tajuk suatu tumbuhan dengan tumbuhan
lainnya kemungkinan besar bertumpang tindih (overlapping).
Penutupan bisa juga digambarkan oleh proyeksi basal area sebagai pengganti dari
luasan areal tajuk.
Mempelajari komposisi vegetasi
dapat dilakukan dengan pembuatan petak-petak pengamatan ataupun metode tanpa
petak. Petak -petak pengamatan
sifatnya permanen atau sementara. Petak tersebut dapat berupa petak tunggal,
petak ganda ataupun berbentuk jalur (Irwanto, 2006).
Pelapisan berbagai unsur dalam komunitas,
akan mudah dianalisis apabila telah dilakukan suatu pemilahan antar tingkat
vegetasi. Berdasarkan hal tersebut maka Wyatt-Smith (1963) dalam Soerianegara
(1976) dalam Alhamid (1988), membedakan lapisan masyarakat
tumbuhan dalam tingkat permudaan hingga pohon sebagai berikut:
a. Pancang
atau sapihan (sapling) Permudaan
yang tingginya 1,5 m atau lebih sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang
dari 10 cm.
b. Tiang
(pole) Pohon
muda yang berdiameter antara 10 – 35 cm.
c. Pohon
(tree) Tumbuhan
dewasa dengan diameter lebih dari 35 cm.
Komposisi dan
struktur vegetasi hutan gunung tumpa sangat variasi jenis penyusunnya. Adapun
kom-posisi jenis penyusun vegetasi di
lokasi penelitian secara umum
terdiri atas bebe-rapa spesies, yaitu : Kayu Besi, Beringin sp,Nantu. Nilai penting dan kerapatan
spesies yang paling dominasi. Untuk
nilai penting dan kerapatan spesies Kerapatan pohon pada lokasi penelitian
berkisar 80-1.150 pohon/ha, dan tidak sesuai dengan kisaran toleransi 750-5000
pohon/ha (Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, 1997). Indeks bio-diversitas
menunjukkan nilai yang ber-beda-beda pada lokasi penelitian, nilai keragaman
tersebut berkisar 0,519 – 1,418. Semakin tinggi nilai keragaman me-nunjukkan
semakin mantap komunitas tersebut.
Keanekaragaman
(biodiversity), suatu komunitas
dikatakan memiliki keane-karagaman spesies yang tinggi jika ko-munitas tersebut
disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas dika-takan memiliki
keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit
spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan. Komu-nitas
tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang disebabkan oleh
adanya aktivitas alamiah maupun manusia.
2.2. Deskripsi Umum Gunung Tumpa
Gunung
Tumpa adalah salah satu gunung yang terkenal
di Provinsi Sulawesi Utara dengan tipe kawasan hutan
lindung.Kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpa dengan Luas 215ha, Hutan lindung gunung tumpa
terletak di sebelah utara wilayah kota manado, secara geografis terletak antara
1o30, 1o40, LU dan 124o40, -126o 50 BT. Dan Secara administrasi terletak pada
dua wilayah yaitu Kota Manado dan Minahas Utara
HLGT dengan ketingian 610-750 m
dpl. Jika pergi ke tempat ini, harus
memahami kondisi jalannya terlebih dahulu. Gunung Tumpa yang cukup berisiko
karena memiliki tanjakan yang tinggi dan gunung yang curam.Ketika berada di objek wisata yang indah ini, umumnya wisatawan,(Anonimus,2002). Palenewen, dkk.
(1994) .
Hutan lindung gunung tumpa terletak pada lokasi yang strategis dilihat dari aspek ekologi, maupun
tata ruang , dimana kawasan hutan ini terletak pada daerah pengembangan parawisata Tamana Nasional Bunaken. Dari aspek aksesibilitas areal hutan lindung gunung tumpa hanya berjarak 7 km dari Pusat
Kota Manado dan dapat di katakan satu‑satunya ekosistem hutan alami yang paling dekat dengan kota
manado.
Secara administrasi hutan lindung ini termasuk kedalam dua wilayah yaitu: kota Madya
Manado (Molas Maras dan Tongkaina), dan Kabupaten Minahasa Utara . Kelurahan Molas
yang dulunya dikenal dengan Molrasa merupakan salah satu dari lima kelurahan yang terdapat di sekitar hutan lindung gunung tumpa.Posisi molas persis di kaki hutan lindung gunung tumpa
sehingga gunung tumpa dijadikan sebagai Pusat Kecamatan Bunaken. Kelurahan Molas mempunyai batas batas sebagai berikut : Sebelah Utara, perbatasan dengan Kelurahan Meras, sebelah
Selatan perbatasan dengan Kelurahan Tumumpa,sebelah Barat,perbatasan dengan Pantai Molas
(Laut Teluk Manado), dan di sebelah Timur berbatasan
dengan Kelurahan Pandu dan Bailing.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksankan hutan lindung Gunung
Tumpa Manado, Provinsi Sulawesi
Utara penelitian ini akan dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu
; bulan Maret dan bulan
April 2013 .
3.2.
Alat dan Bahan yang di
gunakan
Dalam penelitian ini alat
yang digunakan adalah:
1.
Daftar Pertanyaan dalam bentuk kuisioner yang di gunakan untuk panduan wawancara dengan
responden.
2.
Alat tulis menulis untuk mencatat hasil wawancara dan observasi lapangan
3.
Kamera di gunakan untuk mendokumentasikan informasi yang di angkap
penting.
4.
Computer di gunakan untuk mengelolah data hasil wawancara dan observasi lapangan.
3.3.
Metode Penelitian
Metode yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah Metode
survey lapangan digunakan untuk
mengidentifikasi vegetasi hutan dengan menggunakan teknik transek dengan petak
persegi,
3.4.
Variabel
dan cara pengambilan data
Penelitian
ini meliputi parameter ekosistem vegetasi dengan variabel-variabel yang diamati
sebagai berikut :
1. Parameter biologi hutan
Sebelum
mengadakan pengumpulan data, dilakukan pengamatan lapangan yang meliputi
keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan untuk melihat secara umum komposisi
tegakan hutan secara fisiognomi serta keadaan fisik setempat dan lain
sebagainya. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan kerapatan vegetasi dilihat
secara fisiognomi.
Dari setiap transek, data vegetasi diambil dengan
menggunakan metode kuadrat plot.
Ada beberapa tahapan dalam
mengambil data transek yaitu :
a)
Menarik meteran dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau
pengecatan pohon).
b)
Menentukan blok (petak contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis
transek berbentuk bujur sangkar dengan ukuran :
2)
10 x 10 m untuk pengamatan fase pohon;
3)
5 x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling);
4)
2 x 2 m untuk pengamatan fase semai (anakan).
c)
Mekanisme pengambilan data sebagai berikut :
1)
Identifikasi setiap jenis vegetasi yang ada.
2)
Mengukur diameter pohon se-tinggi dada dengan cara mengukur lingkaran
pohon, kemudian di-hitung : Diameter = keliling pohon.
3)
Setiap data yang telah terkumpul dan teridentifikasi langsung dicatat
dalam tabel pengamatan (tabulasi).
2. Metode Analisis Vegetasi
Data yang telah ditabulasi kemudian dianalisis
menggunakan metode analisis vegetasi sehingga didapatkan struktur dan komposisi
vegetasi hutan. Metode analisis menggunakan formula-formula (Gopal dan
Bhardwaj, 1979 dalam Indri-yanto,
2006) yaitu :
Jumlah total
individu suatu jenis
Kerapatan (K) =
----------------------------------------
Luas petak ukur
pengamatan (ha)
…..................……………(1)
Indeks Keragaman
H′ = ln ……………………(9)
Keterangan :
H′ = Indeks keanekaragaman;
ni = nilai penting dari setiap
spesies;
N = total nilai penting
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Palenewen,J. L; H Walagitan dan
H.Pollo.1994.Pengkajian dan Pengembangan Hutan Kota di Gunung Tumpa Kotamadya
Manado.Laporan Penelitian. Kerja sama Fakultas Pertanian UNSRAT Manado dan
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara
Manado.
Anonimus.2002.Profil dan Rencana Tata Ruangkota
Manado 2002-201.Manado.
Dumbois,D,M.and H.Ellberg.1974.Aims and methods of
vegetation Ecology.Jhn Wiley and Sons. New York,Chichester,Vriesbane,Toronto.
Kershaw,K.A, 1973. Quantitatif and Dinamic Plant
Ecology. Second Edition.Edwar Arnold (Publisher) Limited,Lodon.
Erviana. 1992.
Pengaruh Kadar Air Tanah Mineral terhadap Pertumbuhan Anakan Mahoni (Swietenia
macrophylla King) pada Berbagai
Nai’em, 2001. Veriasi
pada Spesies Pohon Hutan. Training Course on Basic Forest Genetics. Indonesia
Forest Seed Project, Faculty of Forestry Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar