STRUKTUR
DAN KOMPOSISI VEGETASI HUTAN GUNUNGTUMPA,
Abanius
Yanengga / 090317012
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Gunung Tumpa pada awalnya ditetapkan sebagai
kawasan hutan lindung; sejak tahun 2012 ditetapkan sebagai Taman
Hutan Rayaberdasarkan
Surat Keputusan Menteri No 700/Kpts/ Um/7/78 tanggal 13 Nopember 2012 dengan
luas 215 hektar. Secara geografis terletak
antara 1o30 -1o40,
LU dan 124o40 - 126o50 BT. Secara administratif
sekitar 90 persen kawasan masuk Kota Manado, sisanya 10 persen berada di wilayah
Kabupaten Minahasa Utara.Gunung Tumpa berada pada ketingian 610‑750 m dpl . Gunung Tumpa cukup berisiko karena memiliki tanjakan yang tinggi dan lembah yang curam 15‑70% (Anonimus, 2002) dan (Palenewen, dkk (1994).
Rencana tata guna lahan Gunung
Tumpa didasari pada pertimbangan iklim, letak dan keadaan tanah,sifat tanah,dan
perkembangan masyarakat yang bertujuan sebagai penahan erosi,longsor,banjir,dan
pemeliharan kesuburan tanah (Salim 2004).
Gunung Tumpa mengakomodasi aktivitas pertanian,perkebunan,dan rekreasi
alam dalam kondisi terbatas.
Salah satu komponen utama di
Gunung Tumpa adalah vegetasi berpohon. Vegetasi yang menempati Gunung Tumpa
terbentuk akibat proses intraksi antara vegetasi itu sendiri dengan tanah dan iklim
gunung tumpa menyimpan kekayaan alam flora dan fauna yang endemik dan memiliki daya
tarik yang unik bagi pengembangan wisata alam. Walaupun dilihat dari segi luas yang
relative kecil, namun potensi yang tergantung dalamnya cukup besar (Anonius, 2002).
Fungsi Gunung Tumpa sangat ditentukan
oleh vegetasi yang sangat menutupi kawasan tersebut dimana keberadaan vegetasi
dapat digambarkan menganalisis struktur vegetasi. menurut Dumbois & Ellenbreg (1974). struktur
vegetasi dapat didefinisikan sebagai orgaanisasi individu-individu dalam ruang
yang membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi atau
asosiasi tumbuhan.
Menurut Palenewen dkk
(1994) jenis-jenis yang mempunyai INP
> 100% disebut sebagai penyusun utama komunitas. Jenis-jenis ini
merupakan indikator penting yang mencerminkan kondisi dan proses terjadi pada
lingkungan tertentu. Antara lingkungan dengan dominasi jenis penyusun vegetasi
pada tiap komunitas mempunyai hubungan yang erat (Clements & Weaver,1978).
Untuk mempelajari komposisi dan struktur vegetasi perlu dikaji dengan adanya pengamatan langsung di lapangan. Alat
yang banyak digunakan untuk kajian yang berhungan dengan komposisi dan struktur
vegetasi disebut analisis vegetasi.
1.2. TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan struktur dan komposisi
hutan Gunung
Tumpa.
1.3. ManfaatPenelitian
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi masukan teknis kepada intansi terkait untuk pengelolaan
hutan Gunung Tumpa.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur
dan Komposisi Vegetasi
Komposisi dan struktur vegetasi hutan Gunung Tumpa sangat
bervariasi jenis penyusunnya. Adapun komposisi jenis penyusun vegetasi di lokasi penelitian secara umum terdiri atas berberapa
spesies, yaitu : Altonia ranvolvia,Canarium sp,Caryota mitis,KayuBesi, Dilenia ocrheat ,beringin,nantudll.Yang
mempunyai nilai kerapatan spesies yang paling
dominan di Gunung Tumpa (Polii & Walangitan, 2003).
Keanekaragaman (biodiversity)
suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu
disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang
dominan.
Organisasi indivindu-individu tumbuhan dalam suatu
areal disebut struktur vegetasi; sedangkan komposisi vegetasi merupakan susunan dan jumlah jenis
dalam suatu komonitas tumbuhan
(Mueller-Dombais dan Ellengberg,1974).
Menurut Kershaw (1973)
struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Struktur
vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan lapisan tumbuhan bawah,
herba, semak, dan pohon penyusun vegetasi dalam suatu komunitas.
b. Sebaran
horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu
terhadap individu lain.
c. Kelimpahan (abudance) setiap
jenis dalam suatu komunitas.
Apabila banyaknya
individu itu dinyatakan persatuan luas maka nilai itu disebut kerapatan (density).Banyaknya suatu perbandingan
yang terisi oleh suatu jenis terhadap jumlah petak-petak seluruhnya di sebut
frekuensi.Nilai frekuensi sangat diperlukan dalam menghitung nilai penting
dominasi.Besaran frekuensi relatif yaitu persen frekuensi suatu jenis terhadap
jumlah frekuensi semua jenis. Dominansi suatu jenis terdapat jenis jenis lain
didalamnya vegetasi dinyatakan berdasarkan besaran-besaran sebagai berikut:
1. Banyaknya
individu dan kerapatan (density)
2. Persen
penutupan dan luas bindan dasar (basal
area)
3. Indek
nilai penting (INP) (Importan Value
Indeks)
Luas
bindang dasar dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan vegetasi hutan. Untuk
menentukan nilai penting diperlukan besaran bindang dasar relatif yaitu persen
bindang dasar suatu jenis terhadap jumlah bindang dasar semua jenis . Untuk
untuk menetapkan dominansi jenis dalam suatu tegakan dapat digunakan salah satu
dari besaran- besaran luas bidang
dasar,volume dengan menghitung INP.
2.2. Analisis
Vegetasi
Menurut
Ewusie 1992 &Mayor
(1997), menyatakan bahwa vegetasi adalah suatu komunitas dapat diukur secara
kualitatif dan kuantitatif. Ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas
antara lain adalah susunan flora dan fauna serta pelapisan berbagai unsur dalam
komunitas. Ciri kuantitatifnya meliputi beberapa parameter yang dapat diukur
seperti kerapatan, frekuensi, dan penutupan.
Menurut
Kusmana (1997) parameter kuantitatif
vegetasi dari suatu tipe komunitas tumbuhan adalah sebagai berikut.
a) Kerapatan (density). Kerapatan
adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya
100 individu/ha. Bila 50% dari bagian tumbuhan berada dalam petak contoh, maka
dianggap tumbuhan tersebut berada dalam petak dan harus dihitung pengukuran
kerapatannya.
b)
Frekuensi.
Frekuensi
suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis tersebut
dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam
besaran persen.
c)
Penutupan
(covering). Penutupan adalah proporsi permukaan
tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Penutupan selalu dinyatakan
dalam persen karena proyeksi tajuk suatu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya
kemungkinan besar bertumpang tindih (overlapping). Penutupan bisa
juga digambarkan oleh proyeksi basal areal sebagai pengganti dari luasan areal
tajuk.
2.3. Deskripsi
Umum Gunung Tumpa
Gunung Tumpa terletak pada
lokasi yang strategis dilihat dari aspek ekologi, maupun tata ruang, dimana kawasan
hutan ini terletak pada daerah pengembangan parawisata Taman Nasional Bunaken. dari
aspek aksesibilitas areal Gunung Tumpa hanya berjarak 7 km dari pusat Kota
Manado dan dapat di katakana satu‑satunya ekosistem hutan alami yang paling
dekat dengan Kota Manado.
Secara administrasi Gunung Tumpa ini termasuk ke dalam dua wilayah
yaitu; Kota Manado (Molas, Maras, dan Tongkaina) dan Kabupaten Minahasa Utara.
Kelurahan
Molas yang dulunya dikenal dengan Molrasa merupakan salah satu dari lima kelurahan
yang terdapat di sekitar Gunung Tumpa. Posisi Molas persis di kaki Gunung
Tumpa sehingga dijadikan sebagai pusat Kecamatan Bunaken. Kelurahan Molas
mempunyai batasbatas sebagai berikut : Sebelah Utara, perbatasan
dengan Kelurahan Meras, sebelah Selatan perbatasan dengan Kelurahan Tumumpa,
sebelah Barat, perbatasan dengan Pantai Molas (Laut Teluk Manado), dan di sebelah Timur berbatasan
dengan Kelurahan Pandu dan Bailing.
Kondisi flora yang
penyusun areal hutan Gunung Tumpa
terdiri atas lima tipe vegetasi yang meliputiareal hutan primer, hutan
sekunder, semak belukar,dan alang-alang. Sebaran tipe vegetasi membentuk zonasi
dari bagian bawah ke puncak sebagai akibat dari kegiatan perambahan.Secara umum
vegetasi pohon yang dominansi Ficus sp.
yang tersebar merata di seluruh areal hutan kecuali pada tipe vegetasi
alang-alang.Pada hutan primer vegetasi pohon didominansi oleh jenis Palagium spp. dan Canoriu spp.Areal hutan sekunder didominansi oleh Spathodea Campupanulata (Polii &
Walagitan).
Dari aspek fauna
wilayah Gunung Tumpa ditemukan berbagai
hewan liar seperti 38 jenis burung termasuk 28 famili, 1 genus dan 11 spesies
di antaranya bersifat endemik.Masih ditemukan Macaca nigra, babi hutan (Babyrousa
babirussa), kus-kus (Ailuops ursinus),
berbagai jenis tikus. Untuk jenis
ditemukan soa-soa (Hydrosaurus amboinensis) dan ular patola (Marelia sp) (Anonim, 1999).
2.4.
Hasil Penelitian di Gunung Tumpa
Berikut hasil penelitian yang pernah
dilakukan di hutan Gunung Tumpa :
Tabel
1 Hasil Penelitian di Gunung Tumpa
Metode
Penelitian Faryanti
|
Hasil
Penelitian Faryanti
|
Penelitian ini dilaksanakan di hutan
lindung Gunung Tumpa,Bulan Februari sampai April 2003.
Pengamatan dilakukan pada areal yang
masih berhutan dengan mengunakan metode simple random sampling dimana petak pengamatan diletakan pada
empat aspek lereng yaitu;
Utara,Timur,Selatan Barat. Masing masing arah lereng dibuat 3 petak
pengamatan yang ditentukan secara acak. Data yang dikumpulkan adalah berupa
spesis dan jumlah individu perspesies pada masing –masing fase pertumbuhan.
Untuk fase tiang pohon dihitung luas bidang dasar. Ukuran petak untuk tingkat
pohon 20x20 m, tiang 10x10 m,sapihan (semai) 5x5 m, dengan jumlah petak
masing - masing hara angin,3 petak.
Data yang diperoleh dianalisis dengan
menghitungkerapatan, kerapatan relatif,frekuensi, frekuensi relatif,dominansi,
dominansi relatif Indek Nilai Penting (INP) untuk masing masing speseis
dengan rumus setiap pada fase pertumbuhan
|
Hasil analisis tingkat
semai,menujukkan ada 25 spesis dengan INP >10%, dapat dikategorikan
sebagai penyusun utama komunitas tumbuhan di Gunung Tumpa. Berdasarkan
pembagian menurut mata angin,maka arah utara terdapat 6 spesis,dimana Fikus sp. Memiliki nilai INP terendah
yaitu 10,64% dan tertinggi tepu dengan INP 39,60%. Arah timur laut terdapat 3
spesis, dimana terendah adalah Zigeberaceae
dengan INP 24,97% dan tertinggi Calamus
sp dengan INP 36,34%. Arah timur terdapat 4 spesis dengan nilai terendah Artocarpus sp, dengan INP 16,96% dan
tertinggi tepu dengan INP 41,83%. Arah selatan terdapt 7 spesis, dimana
pinang sp, dengan INP terendah yaitu 12,36% dan tepu INP tertinggi yaitu
43,43%. Arah barat terdapat 9 spesis dimana INP terenda Knema latericia 12,88% dan tertinggi tepu 31,91%.
Nilai INP tertinggi vegetasi tingkat
semai di Gunung Tumpa adalah Poaceae
(tepu) yaitu 41,83% dan terendah adalah Calophyllum soulattri,10,03%. Calamus sp. Adalah sepsis yang
terdapat di semua arah mata angin Gunung Tumpa, maka rata-rata INP tertinggi
adalah arah timur laut (31,39%) dan terendah barat laut (16,15%).
|
Metode Penelitian Charles Benedicktus
Lasut
|
Hasil
Penelitian Charles Benedicktus Lasut
|
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan
Lindung Gunung Tumpa,selama tiga bulan yaitu September sampai Nopember 2008
Metode penelitian adalah analisis
vegetasi dengan membagi areal penelitian berdasarkan arah mata angin,yaitu
aspek Utara,Timur,Selatan, dan Barat. Pada setiap aspek tersebut dilakukan
pengamatanjenis-jenis pohonsebanyak empat titik dengan jarak 100 m pertitik.
|
Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan didapati jenis-jenis pohon terdapat 55 jenis pohon dengan jumlah
keseluruhan 703 individu pohon.Diantara jumlah tersebut terdapat 34 jenis
pada aspek Barat. 24 jenis pada aspek Timur, 17 jenis pada aspek Utra,dan 15
jenis pada aspek Selatan.
Dengan demikian maka jumlah jenis
terbesar ada pada aspek barat,demikian pula jumlah individu pohon yakni 261
(37%).
Sebaran INP pohon menurut aspek
menujukkan bahwa aspek utara didominasi
oleh jenis-jenis Artocarpus sp,Ardisia celebica,Polyalthial
logifolia,Dilenia ocrheata,dan Fikus elastica. Aspek selatan didominasi oleh
jenis-jenis Spathodea campanulata,Areca piñata,Dillenia ocrheata,Caryota
mitis,dan Pterospermum celebicum. Aspek Timur didominasi oleh jenis-jenis
Spathodea campanulata, Garcinia sp,
Fikus sp,(batang merah) dan Parishia Philinesi; Aspek Barat didominasi
oleh jenis-jenis Spathodea
campanulata,Calophylum soulatrii,Lopopetalum javanikum, Parishia
Philinesis,dan Dilenia ocrheata.
|
Metode
Penelitian Palinewen dkk
|
Hasil
Penelitian Palinewen
|
Penelitian ini dilakukan di Hutan
Lindung Gunung Tumpa,selama tiga bulan yaitu Mei sampai Juli 2002
Pengamatan dilakukan
pada areal yang masih berhutan dengan mengunakan metode survey dimana
petak pengamatan diletakan pada empat aspek lereng yaitu; Utra,Timur,Selatan
Barat. Masing - masing arah lereng dibuat 5 petak pengamatan yang ditentukan
secara acak. Data yang dikumpulkan adalah berupa spesis dan jumlah individu
perspesis pada masing-masing fase pertumbuhan. Untuk fase tiang pohon
dihitung luas bidang dasar. Ukuran petak untuuk tingkat pohon 20x20 m, tiang
10x10 m,sapihan (semai) 5x5 m, dengan jumlah petak masing - masing hara
angin.
|
Palenewen, dkk. Melaporkan bahwa ada 156 jenis flrora yang meliputi, 88 genus, diantranya jenis yang dilindungi, kontervasi dan melestarikan endemik seperti; Caryota sp, Knema latericia, Masarangense, Calophyilum soulatrt, Colamus sp,
Spathodea campanulata, Dilenia celebica, Dracontomelum magiverum, Maccaca nigra, Livistona rotundifolia, Balanophora sp, Pigafetta filaris, dan Osmaxylon, Tarsius spectrum, Moleo,Babi
hutan,Russa Soa soa dll.
|
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
di Gunung Tumpa Manado Provinsi Sulawesi Utara. Waktu
penelitian dua bulan yaitu bulan Mei sampai Juni 2013.
3.2.
Alat dan Bahan
yang digunakan
Dalam penelitian ini alat dan bahan
yang digunakan adalah:
§ Alat tulis menulis
§ Kamera digital
§ Komputer
§ Tally sheet
§ Meteran
§ Kompas
3.3.
Metode
Penelitian
Pengamatan dilakukan
pada areal yang masih berhutan dengan mengunakan metode simple random sampling dimana petak pengamatan diletakan pada empat
aspek lereng yaitu : utara, timur, selatan, dan
barat. Masing - masing arah lereng dibuat 3 petak pengamatan yang
ditentukan secara acak.Data yang dikumpulkan berupa spesis dan jumlah individu
perspesises pada masing-masing fase pertumbuhan.Untuk fase tiang pohon dihitung
luas bidang dasar. Ukuran petak untuk tingkat pohon 20x20 m, tiang 10x10 m,
pancang 5x5 m, dan sapihan (semai) 1x1 m, dengan jumlah petak masing - masing
hara angin.
3.4.
Variabel Pengamatan
Penelitian ini meliputi parameter ekosistem vegetasi dengan
variabel-variabel yang diamati sebagai berikut :
1.
Jenis pohon
2.
Jumlah pohon
perjenis
3.
Diameter pohon
4.
Indeks nilai
penting
Sebelum mengadakan pengumpulan data, dilakukan pengamatan lapangan yang
meliputi keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan untuk melihat secara umum
komposisi tegakan hutan serta keadaan fisik setempat dan lain sebagainya.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive
sampling dengan pertimbangan kerapatan vegetasi.
Dari setiap transek, data
vegetasi diambil ada beberapa tahapan dalam
mengambil data transek yaitu :
a) Menarik meteran dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau
pengecatan pohon).
b)
Menentukan blok (petak
contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran :
1) 20 x 20 m untuk pengamatan fase pohon (diameter ≥ 20cm)
2) 10 x 10 m untuk pengamatan fase tiang (diameter antara 10 – 20 cm )
3) 5 x 5 m untuk pengamatan fase pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda
yang berdiameter < 10 cm)
4) 1x1 m untuk pengamatan fase semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi <
1,5 m)
c)
Untuk menentukan polot
kedua dan selanjutnya jarak 100 m
d)
Mekanisme pengambilan
data sebagai berikut :
1) Identifikasi setiap jenis vegetasi yang ada.
2) Mengukur diameter pohon setinggi dada dengan cara mengukur lingkaran
pohon, kemudian dihitung : Diameter keliling pohon.
3) Setiap data yang telah terkumpul dan teridentifikasi langsung dicatat
dalam tabel pengamatan (tabulasi).
Untuk mengetahui jenis dominan disetiap tingkat pertumbuhan digunakan metode indeks nilai
penting (INP) (Curtis & Kusmana, 1997), dimana INP terdiri atas
kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif, yang dihitung
berdasarkan persamaannya .
Data yang
diperoleh di lapangan dihitung dengan mengunakan analisis vegetasi megunakan
rumus:
Jumlah individu tiap jenis
a.Kerapatan (K) = _________________________________X 100%
Luas petak pengamatan
Kerapatan suatu jenis
b. KerapatanRelatif (KR) = _____________________________X100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah petak ditemukan
suatu jenis
c.
Frekuensi suatu jenis (F) = ________________________________________X100%
Jumlah seluruh pengamatan
Frekuensi
relatif suatu jenis
d. Frekuensi Relatif (FR ) =
_______________________________________ X100%
Jumlah seluruh pengamatan
Jumlah
luas bidang dasar suatu jenis
e. Dominansi (D) = ________________________________________________X100%
Luas
petak contoh
Dominansi suatu jenis
f. Dominansi relatif suatu jenis
(DR) = ___________________________________X100%
Dominansi seluruh jenis
INP= KR +FR +DR
g. Indek Nilai Penting = ______________________________________X100%
3
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2002.
Profil dan Rencana Tata Ruangkota Manado 2002-201.Manado.
Clements,F.E
dan J. E. Weaver.19978.Plant Ekology.
Second edition.Mc graw-Hill Book Company,Inc .New York.
Curtis, J.T. and R.P. McIntosh. 1951.Anupland forestcontinuumin the praire-forest border region of Wisconsin.Ecol. 32 (3):476-496.
Dumbois, D. M.and
H.Ellberg.1974. Aims and methods of
vegetation Ecology.Jhn Wiley and Sons. New York,Chichester,Vriesbane,Toronto
Faryanti, F. 2003.
Kajian Perbedaan Dan Struktur Vegetasi Hutan Lidung Tumpa Pada Berbagai Aspek Lereng . Skripsi
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi.Manado.
Kershaw,K. A.
1973. Quantitatif and Dinamic Plant Ecology. Second Edition.Edwar
Arnold (Publisher) Limited,Lodon.
Kusmana,
C. 1997. Metode Survey Vegetasi.PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Palenewen, J. L. H.
Walagitan & H. Pollo.1994. Pengkajian dan Pengembangan
Hutan Kota di Tumpa Kotamadya Manado. Laporan
Penelitian. Kerja sama Fakultas Pertanian UNSRAT Manado &
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, Manado.
Polii, S. & Walagitan,
H. 2003. Studi Prosepsi Pengembangan Hutan Kota
Tumpa Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Ekowisatadi Provinsi Sulawesi
Utara. EKOTON,Vol 3 15-24.
Salim, H. S. 2004.
Dasar – Dasar Hukum Kehutanan. Penerbit Sinar Grafika Jakarta.
Soerianegara, I dan A. Indrawan.1998. Ekologi
Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan. Institusi Pertanian, Bogor.
Zaim A. S. 1998. Kamus Kehutanan Rineka Cipta Jakarta.